Selasa, 16 September 2008

SEKILAS TENTANG MARXISME

MARXISME
Marxisme adalah ajaran Karl Marx yang menyatakan bahwa masyarakat kapitalis dengan sendirinya akan berubah menjadi masyarakat sosialis.
Karl Marx mendasarkan pendapatnya ini pada dialektika Hegel (1770-1831), seorang filsuf idealis Jerman dengan analisanya tentang keteraturan struktur sosial sebagai suatu “kejadian besar” lewat proses dialektika “tesis, sintetis dan antitesis”. Selain itu, refleksinya tentang keterasingan (alienasi) manusia dalam kritik agama Ludwig Feuerbach (1804-1872), diaktualisasikan begitu gemilang oleh Marx.
Seluruh permenungan filosofisnya didasarkan atas kritiknya terhadap kedua tokoh tersebut. Karl Max menggunakan idealisme keteraturan sosial Hegel dalam siklus tesis, sintesis dan antitesis untuk membasmi dan menghancurkan “wajah garang” kaum kapitalis yang terus mengeksploitasi tenaga buruh demi kepentingannya sendiri. Sedangkan keterasingan manusia oleh karena agama sebagaimana diklaim Ludwig Feuerbach mendorong Marx untuk mengajukan pertanyaan mendasar, “Mengapa manusia sampai mengasingkan diri kedalam agama?” Menurut dia, manusia mencari suatu realitas khayalan dalam agama karena keadaan masyarakat “tidak mengijinkan” bahwa manusia merealisasikan hakikatnya secara sungguh-sungguh.
Lalu, keadaan seperti apa yang dilihat Marx sebagai yang tidak mengizinkan itu? Sebagai seorang akademis yang hidup pada masa enlightment atau masa ‘evolusi kesadaran’ manusia (1818-1883), Marx melihat realitas struktur sosial masyarakat sebagai wajah garang yang patut direvisi, diperhalus bahkan bila perlu dirombak total. Ia muak dengan sikap kaum kapitalis yang terus mengeksploitasi tenaga buruh, memberlakukan jam kerja yang panjang, menekan upah demi merebut peluang pasaran sebesar mungkin; dilihatnya sebagai konflik panjang yang hanya mungkin teratasi lewat revolusi para buruh (revolusi infrastruktur) terhadap golongan atas/kaum kapitalis (suprastruktur).
Tentang masyarakat, ia cendrung kepada pendapat bahwa pada dasarnya setiap individu yang membentuk masyarakat itu sudah punya sifat sosial. Artinya, kepentingan sesama dirasakan sebagai bagian dari kepentingannya. Hal ini, menurut Marx hanya ada pada tipe masyarakat tradisional (tipe masyarakat mekanik) dengan sistem pembagian kerjanya yang rendah dan konflik kepentingan yang selalu ditekan oleh adanya saling ketergantungan serta solidaritas yang tinggi. Sebagai contoh, pasangan yang saling jatuh cinta, mereka senantiasa saling memberi dan menerima dan masing-masing mereka menjadi bagian hakiki satu sama lain.
Tetapi kemudian terjadi bahwa masyarakat ternyata berubah total menjadi lebih individualistik, egoistik dengan tingkat persaingan kelas yang tinggi (tipe masyarakat organik), dinilainya sebagai perkembangan kebudayaan yang keliru. Inilah yang sekarang kita kenal sebagai masyarakat industri dengan dinamikanya yang senantiasa didasarkan pada prinsip ekonomi sebagai ciri khasnya. Kelanjutan dari keadaan ini yakni bahwa terjadi konflik berkepanjangan antara para pemilik alat-alat.produksi (kaum kapitalis) dan para buruh.
Masyarakat kapitalis dengan sistem pembagian kerjanya yang ketat bahkan manusia mengabdikan seluruh hidup, keahlian dengan eksistensinya yang utuh sebagai manusia utuh sebagai pelayan bagi alat-alat produksi demi peningkatan komoditas, dilihat oleh Marx sebagai “tesis”. Tesis ini yang nantinya akan dinegasikan/diantitesiskan oleh buruh sendiri. Mengapa? Oleh karena evolusi kesadaran, para buruh menilai tesis itu sebagai suatu ketidakadilan sehingga “revolusi para buruh” dinilai sebagai satu-satunya antitesis demi perombakan sistem kuno itu.
Menurut Marx, para buruh misalnya, tidak hanya berontak demi perbaikan upah saja tetapi lebih dilihatnya sebagai titik terang untuk keluar dari keterasingan atau alienasi. Mengapa? Menurut Marx, keterasingan kerja terjadi karena buruh tidak dilibatkan dengan seluruh kemanusiaan dan kesadarannya untuk berberbagi dan menikmati hasil kreasinya itu sebagai keikutsertaannya yang aktif dalam mengubah wajah bumi ini. Hal inilah yang tidak dilihat oleh Marx pada setiap level masyarakat kapitalis karena mereka memperlakukan buruh sebagai “barang” yang hanya punya ‘nilai pakai’ (uses-values)dan ‘nilai tukar’ atau (change values) saja. Keadaan “masyarakat baru” setelah revolusi para buruh dimaksudkannya sebagai sintesis yang segera akan menjadi tesis yang baru lagi.
Singkatnya, menurut Marx, tesis sebagai tipe keteraturan sosial secara implisit sudah mulai diantitesiskan dan akhirnya sintesis sebagai keadaan keteraturan baru, muncul sebagai tesis yang baru lagi. Masyarakat baru seperti yang dijelaskan dalam catatan akhir nomor 6 dipandang sebagai sintesis dari dialektika tesis dan antitesis.
Ajaran Marx inilah yang diaplikasikan oleh negara-negara Eropa Timur dan Uni Soviet. Pada dasarnya tekanan atas ajaran ini berbeda-beda satu sama lain, tergantung baga.imana mereka menafsirkannya. Kaum Marxis Barat menerapkannya sebagai ajaran “sosialis” (sosialisme) dimana tekanannya pada upaya terus menerus memperjuangkan dan meningkatkan kesejahteraan para buruh. Inti ajarannya sebenarnya yang lebih logis dan ekonomis dirubah men jadi ajaran dengan kritik budaya dan moral yang terus mengeluh karena kekurang­manusiaan masyarakat kapitalis.
Lain halnya dengan Uni Soviet yang membanggakan diri sebagai pewaris sah Karl Marx. Prinsip ajaran Marx yang sebenarnya tidak diterapkan oleh Lenin sehingga yang tampak adalah Lenin dengan ajaran-ajarannya (alirannya disebut Leninisme). la condong bersikap tidak toleren dan diktator. Kepemilikan bersama barang-barang produksi dan dihapuskannya pembagian kerja seperti yang dicita­-citakan Marx, tidak nampak dalam ajaran Lenin. Sistem kontrol masyarakat yang ketat, terus membawa masyarakat Rusia kearah masyarakat yang tertutup. Mereka akhirnya dijuluki negeri tirai besi.

Tidak ada komentar: